TEMPO.CO, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan garis besar masalah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. atau GIAA. Menurutnya, krisis perusahaan sektor transportasi udara ini diawali oleh permasalahan 36 lessor.
Sebagaimana diberitakan Bisnis tahun lalu, Garuda Indonesia tengah melakukan negosiasi ulang kontrak sewa pesawat di tengah gugatan hukum yang timbul dari para lessor.
Satu di antaranya ada Helice Leasing S.A.S yang melakukan langkah hukum di Belanda pada 27 Maret 2020. Helice mengajukan permohonan kepada Pengadilan Belanda untuk melakukan sita jaminan atas dana yang ada pada rekening Garuda di Amsterdam. Permohonan itu kemudian dikabulkan oleh Pengadilan Belanda.
Pada 29 Mei 2020 Pengadilan Prancis juga mengabulkan permohonan sita jaminan dari Helice Leasing S.A.S atas rekening Garuda di Prancis. Hal itu terkait dengan pembayaran sewa pesawat yang belum dilakukan Garuda.
Gugatan wanprestasi juga dialami Garuda dari Aercap pada 14 Mei 2020. Salah satu pemberi sewa guna usaha ini mengajukan gugatan ke Pengadilan London terkait pembayaran sewa pesawat yang belum dilakukan. Proses ini memasuki persidangan di Pengadilan London.
Garuda telah beberapa kali melakukan negosiasi dengan Aercap. Saat ini, Garuda sedang melakukan negosiasi komersial dengan AerCap untuk restrukturisasi kontrak. Akibat kondisi tersebut, maskapai pelat merah tersebut menerima surat pembatasan terbang dari beberapa lessor.
Pokok masalahnya, Garuda belum memenuhi kewajiban atas pembayaran sewa dan perawatan pesawat. Atas surat dari lessor tersebut, Garuda melakukan grounded pesawat. Lalu apa itu lessor yang disebut-sebut jadi penyebab utama krisis di Garuda Indonesia?
Mengutip berbagai literatur, lessor adalah perusahaan yang menyediakan jasa leasing atau menyewakan barang dalam bentuk guna usaha. Lessor tidak hanya menyediakan barang sewa dalam bentuk fisik, tetapi juga merek dagang hingga kekayaan intelektual.